INOVASI PERKEBUNAN – Beberapa tanaman obat seperti temu-temuan, sirih-sirihan, sambiloto, meniran diketahui memiliki aktivitas anti parasit dan bersifat sebagai imunomodulator pada manusia. Beberapa tanaman obat mampu meningkatkan produksi sitokin.Sitokin adalah protein ekstra seluler yang berperan sebagai regulator dan mobilisator intersel (interleukin, interferon dan kemokin) yang memiliki aktivitas anti parasit. Peningkatan sekresi sitokin membuka peluang baru didalam penanggulangan berbagai macam penyakit termasuk infeksi parasit. Sambiloto dapat meningkatkan sel fagositosis dan limfosik, sehingga dapat mengobati coccidia dan dapat menjadi koksidiostat (sulfaquinoxalin).Pemanfaatan tanaman obat untuk tujuan pencegahan dan pengobatan parasit pada manusia (sebagai obat cacing, obat jamur) telah lama dikenal, tetapi belum banyak dilakukan pada ternak. Tanaman obat tersebut sebenarnya juga dapat digunakan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit pada hewan.
Sebagai bahan pangan, ayam mempunyai nilai nutrien yang lengkap di dalam daging dan telur. Usahatani ini dapat dilakukan oleh masyarakat skala kecil sampai menengah. Kendala produksi diantaranya adanya penyakit coccidiosis yang disebabkan Eimeria tenella. E.Tenella termasuk ordo Coccidia adalah parasit protozoa yang menyerang saluran pencernaan ayam, sehingga terjadi peradangan hebat, menyebabkan diare berdarah dan lebih dikenal dengan coccidiosis sekum ayam.
Penyakit ini mudah berkembang di Indonesia karena sesuai dengan suhu optimum untuk perkembangan Eimeria yaitu 210 C – 32 0 C serta kelembaban yang cukup. Dan ternyata ayam dewasa dapat bertindak sebagai pembawa penyakit. Mekanisme penanggulangan penyakit coccidiosis dengan tanaman obat, diarahkan kepada peningkatan sistim imun terhadap infeksi parasit.
Saat ini tindakan untuk menanggulangi penyakit tersebut diatas dengan memakai koksidistat (umumnya preparat sulfa). Pemakaian yang terus menerus menimbulkan resistensi dan residu pada daging dan telur sehingga pada ekspor daging dan telur ditolak.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu mencari alternatif untuk menanggulangi dengan menggunakan sumber alam yang terdapat di Indonesia sehingga mengurangi impor bahan dasar obat unggas ayam yang bersifat anti cocci, dan mampu meningkatkan imunitas terhadap penyakit coccidiosis serta sekaligus dapat meningkatkan produktivitas. Manfaat dan dampaknya menurunkan kerugian peternak unggas ayam serta penghematan devisa melalui pengurangan impor sulfa yang digunakan sebagai koksidiostat, dan peluang inovasi untuk menghasilkan teknologi budidaya ayam organik.
Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan formula jamu ternak berbasis tanaman obat untuk unggas ayam yang bersifat anti cocci yang efektif (70%) dan mampu meningkatkan imunitas terhadap penyakit coccidiosis serta sekaligus dapat meningkatkan produktivitas ayam pedaging (20 %).
Penelitian ini telah menghasilkan (1) bahan baku obat terstandar dari Jahe merah, Temulawak, Temu ireng dan Sambiloto, (2) 5 formula jamu ternak kering untuk anti cocci sebagai bahan dasar temulawak dan temu ireng. Formulasi dilakukan dengan komposisi : Temulawak, Temu ireng, Jahe merah dan Sambiloto adalah (10-10-0-80%), (10-10-20-60%), (10-10-40-40%), (10-10-60-20), (10-10-80-0), (3) Pemberian formula yang dicampur kedalam pakan, tidak mempengaruhi tingkat kematian ayam.
Tingkat kematian (sampai ayam umur 3 minggu) hanya mencapai 0,4% dari populasi 700 ekor, dan hasil bedah ayam mati menunjukkan penyebab kematian karena omphalitis yaitu kasus penetasan tidak sempurna, bukan disebabkan perlakuan formula. Berdasarkan bobot ayam dan efisiensi pakan, formula jamu P1-P5 setara dengan P7 (kontrol positif dengan koksidiostat sulfa) tetapi lebih efisien daripada P6 (perlakuan kontrol negatif) (4) Perlakuan dengan pemaparan dosis 6000 ookiste/ekor didapatkan P-1 (10-10-80-0) dan P-5 (10-10 -0-80), menunjukkan paling efektif menekan populasi ookiste, dan setara dengan koksidiostat sulfa, diikuti P2(10-10-20-60) dan P4 (10-10-60-20).
Formula P1 dan P5 efektif dalam menekan kejadian infeksi coccidiosis pada ayam, lesi yang ditimbulkan pada sekum secara patologi anatomi dan hispatologi sangat ringan (+) dibandingkan perlakuan kontrol (-) yaitu nilai (++++).